KETELADANAN UMAR
Suatu ketika, Umar Bin aL-Khathab ra. Yang saat itu menjadi Amirul Mukminin membeli seekor kuda. Umar mencoba menunggangi kuda itu menjauh dari penjual, namun naas kuda itu mengalami cedera. Hati kecilnya mengatakan bahwa ia harus mengembalikan kuda karena menyangka bahwa si penjual itu telah menipunya. Namun si penjual menolak menerima kembali kiuda itu dari Amirul Mukminin. Kira-kira apakah yang dilakukan Amirul Mukminin terhadap orang yang berperkara dengannya? Apakah Umar menyuruh agar orang ini ditangkap? Atau ia mengajukan tuduhan palsu atas orang itu? Tidak sama sekali.
Umar mengajukan gugatan atas orang itu, namun orang yang tergugat bersikeras bahwa dialah yang harus memilih hakim untuk menangani perkara mereka. Dan benar, orang itu memilih Syuraih, hakim yang dikenal dengan keadilannya. Umar pun harus duduk dikursi pesakitan sebagai tertuduh. Sang hakim mengeluarkan keputusannya dan menganggap Umar bersalah sesuai dengan “rasa keadilan.” Sang hakim berkata, “bayarlah kuda yang engkau beli atau kembalikan kuda itu dalam keadaan seperti semula (tanpa cidera).” Umar menanggapi putusan itu dengan perasaan gembira. Ia menatap syuraih sebuah keadilan.” Demikianlah seharusnya sebuah pengadilan.” Umar tidak memerintahkan untuk memenjarakan hakim, tidak pula kuda itu, atau menuduhnya membahayakan keamanan negara. Bahkan umar mengangkatnya menjadi hakim di wilayah kufah sebagai penghargaan atas perbuatannya.
Suatu ketika, Umar Bin aL-Khathab ra. Yang saat itu menjadi Amirul Mukminin membeli seekor kuda. Umar mencoba menunggangi kuda itu menjauh dari penjual, namun naas kuda itu mengalami cedera. Hati kecilnya mengatakan bahwa ia harus mengembalikan kuda karena menyangka bahwa si penjual itu telah menipunya. Namun si penjual menolak menerima kembali kiuda itu dari Amirul Mukminin. Kira-kira apakah yang dilakukan Amirul Mukminin terhadap orang yang berperkara dengannya? Apakah Umar menyuruh agar orang ini ditangkap? Atau ia mengajukan tuduhan palsu atas orang itu? Tidak sama sekali.
Umar mengajukan gugatan atas orang itu, namun orang yang tergugat bersikeras bahwa dialah yang harus memilih hakim untuk menangani perkara mereka. Dan benar, orang itu memilih Syuraih, hakim yang dikenal dengan keadilannya. Umar pun harus duduk dikursi pesakitan sebagai tertuduh. Sang hakim mengeluarkan keputusannya dan menganggap Umar bersalah sesuai dengan “rasa keadilan.” Sang hakim berkata, “bayarlah kuda yang engkau beli atau kembalikan kuda itu dalam keadaan seperti semula (tanpa cidera).” Umar menanggapi putusan itu dengan perasaan gembira. Ia menatap syuraih sebuah keadilan.” Demikianlah seharusnya sebuah pengadilan.” Umar tidak memerintahkan untuk memenjarakan hakim, tidak pula kuda itu, atau menuduhnya membahayakan keamanan negara. Bahkan umar mengangkatnya menjadi hakim di wilayah kufah sebagai penghargaan atas perbuatannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar